Pada 13 Mei 2017, Laboratorium Perencanaan dan Optimisasi Sistem Industri yang merupakan salah satu laboratorium dengan kelompok keahlian sistem industri dan tekno ekonomi dari program studi Teknik Industri ITB, melaksanakan Seminar LANDSCAPE 2017.
“Banyak yang memprediksi bahwa delapan tahun lagi, akan muncul berbagai jenis pekerjaan yang saat ini tidak ada.” Begitulah sambutan dari Rektor ITB, Prof. Dr. Kadarsah Suryadi di hadapan sekitar 150 peserta saat membuka Seminar LANDSCAPE 2017: “Leveraging Indonesia Industry Toward Industry 4.0” yang diadakan oleh Laboratorium Perencanaan dan Optimisasi Sistem Industri (LPOSI) di Aula Timur, pada hari Sabtu, 13 Mei 2017.
Apa yang disampaikan oleh Prof. Kadarsah mewakili motivasi dari LPOSI untuk mengadakan seminar ini. Beberapa tahun sebelumnya, tidak pernah terbayangkan akan muncul moda transportasi daring berbasis internet dan aplikasi yang saat ini menguasai pasar. Saat ini, bisnis serupa berkembang biak bagaikan cendawan di musim hujan, mulai dari e-commerce, catering, hingga pencarian pekerja bangunan.
Fenomena ini oleh para ahli seringkali disebut sebagai revolusi industri keempat, yang mendasari nama “industry 4.0”. Sebagai bagian dari Prodi Teknik Industri, seminar ini adalah upaya dari LPOSI untuk meningkatkan kesadaran publik akan hal ini. Lebih lanjut lagi, LPOSI merupakan bagian dari Kelompok Keahlian Sistem Industri dan Tekno Ekonomi (KK SITE), sebuah disiplin ilmu yang salah satu level kajiannya adalah sektor industri. Sehingga kelak diharapkan akan muncul kajian-kajian dari institusi akademik untuk mempersiapkan Indonesia dalam menghadapi “industry 4.0”.
Sesi 1 – “Industry 4.0 and Its Application in Other Country”
Pembicara pada sesi pertama adalah Prof Shou-Yan Chou, Ph.D, National Taiwan University of Science and Technology. Prof. Chou adalah salah satu pakar terkemuka di bidang ini dengan reputasi dunia, yang sudah banyak memberikan ceramah di berbagai Negara.
Industri 4.0 merupakan industri yang hadir tidak hanya didorong oleh berkembangnya sebuah industri secara internal namun juga didasari adanya revolusi industri. Pada revolusi industri ke empat ini, terjadi evolusi atas sebuah koneksi yang salah satunya adalah internet. Seluruh hal bergerak dalam hal data serta bagaimana menyampaikan produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen melalui sistem yang ter automasi dengan desentralisasi.
Perlu ditekankan, bahwa industri 4.0 akan mendorong adanya produksi dengan suatu standar yang pada gilirannya akan memaksa adanya peningkatakn kualitas jasa, peningkatan indeks, efisiensi dalam fasilitas dan operasi hingga pemerataan GDP. Selain itu, industri 4.0 juga menekan waktu keputusan, siklus pengembangan dan produksi, menurunkan tingkat energi hingga frekuensi dan waktu dalam melakukan pemberhentian sistem.
Sesi 2 – “Current and Future State of Indonesia Industry”
Pembicara sesi 2 adalah Frans Mandeko, Business Development Manager PT Dharma Precision Tools yang menjadi supplier utama industri otomotif di Indonesia. Topik yang dibawakan oleh Frans serupa dengan Prof. Chou, namun dari sisi aplikatif.
Frans menjelaskan mengenai perbedaan signifikan antartahapan revolusi. Dalam revolusi ketiga, industri berupaya untuk mereduksi peran operator. Sedangkan dalam revolusi keempat, industri berupaya untuk mereduksi peran manajer. Realitanya, Indonesia saat ini masih baru mencapai revolusi kedua.
Banyak tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan menuju Industry 4.0, yaitu fleksibilitas, produksi berbasis batch, waktu hidup produk yang singkat di saat jaman dimana sebuah produk mudah berganti spesifikasi. Selain itu masih terdapat isu teknis, kapasitas baik dalam segi ruang maupun waktu, investasi dana, dan yang paling sulit adalah perilaku dari sumber daya manusia.
Prof. Chou menambahkan kondisi industri di Taiwan. Industry 4.0 ini masih merupakan gagasan visioner yang sampai sekarang masih berbentuk kerangka pemikiran dan desain-desain rencana. Belum ada yang menetapkan Industry 4.0, baik itu negara penemunya sendiri yaitu Jerman. Tetapi perencanaan ini harus dilakukan segera untuk mengantisipasi terjadinya revolusi industri.
Sesi 3 – “Optimizing Indonesia Industry toward Industry 4.0”
Dalam sesi tiga, pembicara berasal dari Direktur Jendral Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan. Putu mengungkapkan bahwa latar belakang terjadinya revolusi Industry 4.0 adalah era digitalisasi dimana semua serba mudah diakses dengan menggunakan smartphone.
Prasyarat tumbuhnya Industry 4.0 adalah ketersediaan energi dengan harga murah, infrastruktur jaringan internet yang baik, infrastruktur logistik, dan tidak kalah pentingnya adalah kebijakan industri terutama terkait dengan ketenagakerjaan. Tantangan terbesar adalah kebijakan industri. Sangat sulit mengubah kebijakan karena menyangkut kepentingan banyak orang dan masih banyak yang belum siap menghadapi perubahan kebijakan.
Peran pemerintah sendiri adalah menyiapkan pembangunan sumber daya industri, sarana dan prasarana industri, pemberdayaan industri, dan tindakan pengamanan dan penyelamatan industri. Hal ini nantinya akan menjadi rencana induk pembangunan industri nasional untuk menuju tujuan pembangunan industri.
Pembicara kedua di sesi ketiga ini adalah Dr. Lucia Diawati, dosen Teknik Industri ITB. Lucia menjelaskan bahwa “Industry 4.0” adalah transformasi digital yang membiarkan semua prosesnya melalui network menggunakan cyber physical systems. Dalam transformasi ini terjadi perubahan nilai dari produk menuju ECO system. Hal mengubah pipeline menjadi platform. Platform adalah proses bisnis yang menumbuhkan nilai dengan memfasilitasi pertukaran antara dua atau lebih entitas, yang dapat menimbulkan kolaborasi.
Perubahan pipeline menuju platform memiliki tiga kunci yaitu merubah kontrol sumber daya menjadi ekstraksi sumber daya, merubah optimisasi internal menuju optimisasi eksternal, dan perubahan fokus nilai konsumen menjadi nilai ekosistem. Dengan tiga kunci tersebut, menandakan bahwa kompetisi semakin kompleks dan dinamis sehingga membutuhkan perubahan tingkah laku pekerja.
Industry 4.0 bukanlah mitos, hal tersebut sudah ada di dekat kita dan akan semakin dekat. Adaptasi terhadap Industry 4.0 harus berada pada semua tingkat sistem ekonomi: pemerintah, perusahaan/organisasi, hingga perorangan. Kondisi bagi pihak yang memiliki tingkat yang lebih tinggi dapat menjadi fasilitator atau bahkan hambatan pihak yang berada pada tingkat yang lebih rendah. Kita harus memperkuat sumber daya lokal yang khas sebagai aset tak ternilai untuk memulai Industry 4.0 dan Industry 4.0 membutuhkan persyaratan yang kuat dalam pengembangan di bidang digital dan budaya.
Respon peserta
Dalam acara yang berlangsung dari jam 8.30 hingga jam 16.00 ini, peserta yang berasal dari berbagai macam latar belakang; akademik, mahasiswa, praktisi, dan regulator merespon dengan baik dengan berbagai macam pertanyaan. Dalam diskusi yang berlangsung hangat, pada umumnya semua optimis menatap “industry 4.0”, tentunya dengan persiapan matang dari semua pihak yang terkait.